Sabtu, 29 November 2008

Global Warming

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.

Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-geofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.

Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.

DAMPAK ROKOK BAGI KESEHATAN

Salah satu yang dituding mendorong pemanasan global adalah ketergantungan umat manusia terhadap minyak.

Namun di sisi lain banyak yang melihat melelehnya es di kawasan kutub sebagai kesempatan bagus untuk melakukan eksplorasi minyak.

Soalnya, diperkirakan sekitar sisa 25% cadangan minyak dunia diperkirakan ada di dasar Laut Artik. Dan perusahaan-perusahaan minyak sudah tak sabar untuk melakukan eksplorasi. Selain itu melelehnya gunng-gunung es juga dianggap membuka jalur perkapalan baru, yang diyakini akan memperbaiki perekonomian kawasan. Dr. David Vaughan dari Badan Penelitian Antartika Inggris mengakui godaan keuntungan ekonomi terlalu kuat untuk diabaikan."Salah satu yang sangat menggoda adalah jalur pelayaran laut Utara karena akan langsung membawa kapal dari Eropa ke Jepang. Kalau itu terjadi maka akan menghemat uang dan waktu," katanya. Selama ini kapal-kapal dari Eropa yang menuju sebagian kawasan Asia harus memutar lewat Terusan Suez. "Jadi memang ada keuntungan, tetapi juga konsekuensi negatif jelas tidak kalah besarnya dari pemanasan global ini."

Apa yang terjadi 40 tahun lagi

Memang persoalan Artik pada akhirnya bukan persoalan keilmuan saja, melainkan juga persoalan kepentingan ekonomi dan teritorial dari beberapa negara seperti Kanada, Rusia, Amerika Serikat, dan Norwegia. Bagaimanapun dari bukti ilmiah, jelas bahwa Kutub Utara dan Seladan berada dibawah ancaman perubahan iklim yang hebat. Dan kedua daerah ini sangat vital dalam menjaga agar planet tetap dingin karena es di kutub menjadi perisai bumi dalam menangkis 90% sinar matahari yang menimpa bumi, dan mengembalikannya ke angkasa luar. Tetapi kalau es di kutub mencair maka 90% panas sinar matahari akan diserap lautan dan semakin meningkatkan pemanasan global. Dengan tidak menghentikan tingkat emisi C02 saat ini, diperkirakan es abadi di kutub akan musnah dalam waktu tidak lama lagi. Jika mengikuti model yang sudah dirancang para ilmuwan, maka es abadi akan meleleh sepenuhnya dalam waktu 40 tahun.Apakah manusia harus menunggu 40 tahun lagi sebelum menyadari dampaknya bagi kehidupan di bumi?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Everything i do......!!!! © 2008. Template Design By: SkinCorner